RUU KESETARAAN GENDER: DPR MENGHALALKAN NIKAH SEJENIS?
Selain fatwa-fatwa pada bidang fikih, Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia ke-IV yang baru saja berakhir juga
menghasilkan fatwa-fatwa tentang hukum dan perundang-undangan.
Salah satu fatwa yang dihasilkan adalah terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG).
Forum Ijtima Ulama bersepakat untuk menolak RUU tersebut. Para ulama menilai isi RUU KKG mengacu pada paham liberalisme dan nilai-nilai Barat yang tidak memiliki basis filosofis, ideologis, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi agama, budaya, etika, dan moral.
Selain itu, RUU KKG tidak mengacu pada Pancasila yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai religiusitas dan Ketuhanan Yang Maha Esa. RUU KKG juga tidak mencantumkan Pancasila sebagai sumber hukumnya sehingga wajar apabila isinya pun tidak mencerminkan Pancasila.
Forum Ijtima Ulama ke-IV yang berlangsung di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat pada 29 Juni-2 Juli 2012 ini mencermati, apabila RUU KKG diloloskan untuk disahkan oleh DPR RI dan diundangkan oleh Presiden, maka akan terjadi beberapa dampak.
Dampak pertama, isteri mempunyai kedudukan dan peran yang sama dengan suami dalam rumah tangga, baik sebagai “kepala rumah tangga” dan pencari nafkah keluarga.
Kedua, mengubah besarnya bagian pembagian warisan untuk ahli waris laki-laki dan perempuan menjadi sama besar bagiannya; konsekuensinya hukum kewarisan Islam akan dihapus.
Ketiga, mengubah wali nikah di mana perempuan dimungkinkan menjadi wali nikah. Keempat, membolehkan terjadinya perkawinan sejenis.
Kelima, membolehkan terjadinya poliandri. Dan keenam, membuka penafsiran pengembangan pribadi termasuk homoseksual dan pengembangan lingkungan sosial termasuk komunitas homoseksual, gay, dan lesbian.
"Atas dasar itu semua, Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI IV menyatakan bahwa RUU KKG bertentangan dengan ajaran agama Islam, Pancasila, dan UUD 1945. Oleh karena itu Ijtima Ulama mendesak DPR untuk menarik kembali RUU tersebut serta tidak meneruskan proses RUU tersebut," tulis fatwa tersebut.
Salah satu fatwa yang dihasilkan adalah terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG).
Forum Ijtima Ulama bersepakat untuk menolak RUU tersebut. Para ulama menilai isi RUU KKG mengacu pada paham liberalisme dan nilai-nilai Barat yang tidak memiliki basis filosofis, ideologis, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi agama, budaya, etika, dan moral.
Selain itu, RUU KKG tidak mengacu pada Pancasila yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai religiusitas dan Ketuhanan Yang Maha Esa. RUU KKG juga tidak mencantumkan Pancasila sebagai sumber hukumnya sehingga wajar apabila isinya pun tidak mencerminkan Pancasila.
Forum Ijtima Ulama ke-IV yang berlangsung di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat pada 29 Juni-2 Juli 2012 ini mencermati, apabila RUU KKG diloloskan untuk disahkan oleh DPR RI dan diundangkan oleh Presiden, maka akan terjadi beberapa dampak.
Dampak pertama, isteri mempunyai kedudukan dan peran yang sama dengan suami dalam rumah tangga, baik sebagai “kepala rumah tangga” dan pencari nafkah keluarga.
Kedua, mengubah besarnya bagian pembagian warisan untuk ahli waris laki-laki dan perempuan menjadi sama besar bagiannya; konsekuensinya hukum kewarisan Islam akan dihapus.
Ketiga, mengubah wali nikah di mana perempuan dimungkinkan menjadi wali nikah. Keempat, membolehkan terjadinya perkawinan sejenis.
Kelima, membolehkan terjadinya poliandri. Dan keenam, membuka penafsiran pengembangan pribadi termasuk homoseksual dan pengembangan lingkungan sosial termasuk komunitas homoseksual, gay, dan lesbian.
"Atas dasar itu semua, Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI IV menyatakan bahwa RUU KKG bertentangan dengan ajaran agama Islam, Pancasila, dan UUD 1945. Oleh karena itu Ijtima Ulama mendesak DPR untuk menarik kembali RUU tersebut serta tidak meneruskan proses RUU tersebut," tulis fatwa tersebut.
Sumber: http://www.hidayatullah.com
Posting Komentar