NIAT BAIK BUKAN JAMINAN HALALNYA INVESTASI
Belakangan ini begitu marak sebuah investasi yang dilakukan oleh masyarakat pada sebuah komoditi, yaitu EMAS. Salah satu metodenya ada yang diberi nama investasi “kebun emas”, yaitu investasi yang memanfaatkan jenis transaksi berupa gadai dan fluktuasi harga emas. Produknya banyak disediakan oleh lembaga bank atau lembaga lainnya. “Kebun emas” semakin diminati oleh masyarakat seiring dengan tren naiknya harga emas di pasar yang akhirnya dimanfaatkan oleh “investor” untuk mendapatkan keuntungan. “Apakah Anda adalah salah satu “petani”nya” ? “Ya atau tidak, mari kita sama-sama berbagi pemikiran”.
Saudaraku, ada sebuah “peringatan” dari sahabat Rasulullah SAW, yaitu Umar bin Khatthab yang sangat patut dijadikan “roh” bagi para investor atau calon investor dalam berinvestasi. Beliau melarang keras kepada kita untuk melakukan aktifitas perekonomian jika tidak mengetahui hukum syariahnya (dalam buku Fikih Ekonomi Umar bin Al Khathab). Nantinya, agar kita mengetahui apa yang benar dan yang salah di dalamnya, agar muamalahnya benar, usahanya lancar dan hasilnya halal.
Saudaraku, ada sebuah “peringatan” dari sahabat Rasulullah SAW, yaitu Umar bin Khatthab yang sangat patut dijadikan “roh” bagi para investor atau calon investor dalam berinvestasi. Beliau melarang keras kepada kita untuk melakukan aktifitas perekonomian jika tidak mengetahui hukum syariahnya (dalam buku Fikih Ekonomi Umar bin Al Khathab). Nantinya, agar kita mengetahui apa yang benar dan yang salah di dalamnya, agar muamalahnya benar, usahanya lancar dan hasilnya halal.
Apa yang dimaksud dengan investasi? Inti dari makna investasi adalah menggunakan atau memanfaatkan sumber daya yang dimiliki pada saat kini dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang. Hal penting yang patut diperhatikan adalah makna “keuntungan”, obyek investasi dan metode/sistemnya. Pemaknaan inilah yang nantinya akan membedakan antara konsep investasi menurut Islam dan non Islam.
Bagaimana urgensi aktifitas investasi menurut Islam?
Allah swt sangat menyenangi umat-Nya yang melakukan investasi dengan cara dan motivasi yang sesuai dengan syariah Islam. Investasi merupakan aktifitas yang sangat mulia, karena melalui aktifitas investasi terjadi pemanfaatan sumber daya untuk kegiatan yang bersifat produktif dan hasilnya bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas.
Saat investasi dilakukan, maka akan terjadi “effect” berikutnya yang bergerak. Pertama, sumber daya yang telah disediakan Allah kepada manusia akan termanfaatkan, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, harta, sehingga tidak idle (mubazir). Kedua, terjadi perputaran uang, karena aktifitas produksi, distribusi dan konsumsi akan meningkat, sehingga perekonomian akan membaik. Ketiga, selama aktifitas investasi berlangsung, maka terdapat distribusi pendapatan yang akan bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan para pihak yang terlibat di dalamnya, seperti pegawai, masyarakat, dll.
Dalam perspektif ekonomi secara Islam, investasi tidak hanya bercerita tentang berapa keuntungan materi yang bisa didapatkan melalui aktivitas investasi, tapi ada beberapa faktor yang mendominasi motifasi investasi dalam Islam. Berikutnya, aktivitas investasi dilakukan terdapat muatan sosial yaitu pemberdayaan masyarakat, misalnya berupa keahlian (skill) dan permodalan.
Bahkan Allah swt dalam surah at Taubah : 34, mengatakan :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Allah swt menganjurkan bagi orang yang beriman untuk memanfaatkan harta yang kita miliki, bukan sebaliknya hanya disimpan/ditimbun (iktinaz). Harta yang dimiliki masyarakat harus berputar dan beredar untuk memperlancar arus perekonomian. Pemanfaatan harta bisa dalam bentuk produksi, konsumsi dan investasi.
Namun Saudaraku, saat ini terjadi pergeseran makna atau tujuan investasi yang semakin menyimpan dari apa yang diharapkan oleh Islam. Sebagian investor menyatakan dengan bangga bahwa dirinya telah berinvestasi, tetapi sebenarnya motivasi yang diharapkan tidak lain dan tidak bukan hanyalah “keuntungan” materi atau uang. Bahkan doktrin investasi yang tertanam dalam otak sebagian para investor, yaitu bagaimana caranya dengan sedikit modal atau uang yang ditanam, bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Mindset investasi seperti ini dapat menggiring investor untuk melakukan investasi dengan cara-cara yang mendzalimi (mengeksploitasi) orang atau pihak lain.
Ada juga orang-orang yang ingin meningkatkan hartanya dengan cara “berinvestasi” yang semudah mungkin. Mindset-nya bagaimana caranya investasi yang tidak perlu susah payah peras otak mengurus pegawai. Lelah memikirkan piutang dagangnya atau yang lainnya, tapi menghasilkan banyak keuntungan uangnya. Jika keuntungan dapat dicapai dengan mudah, mengapa harus bekerja susah payah ? Itulah yang tertanam dalam otak sebagian investor. Mindset seperti ini dapat mengarahkan investor untuk memilih produk-produk investasi yang hanya mengandalkan tren kenaikan harga komoditi di pasar global.
Sebagian lagi ada orang yang berinvestasi dengan motivasi tidak mau risiko rugi, maunya untung terus. Tipe investor ini dikenal dengan tipe low risk, tapi harus return, baik low return maupun high return. Tipe ini biasanya akan berlaku tidak adil pada partner-nya. Investor akan meminta jaminan kepada counterparty-nya untuk menjamin investasinya, sedangkan kejadian yang di masa mendatang tidak ada manusia satu pun yang bisa menjamin.
Contoh motivasi-motivasi di atas, biasanya akan menggiring investor untuk tidak peduli cara yang dilakukan adalah halal atau haram, diperbolehkan oleh atau yang dilarang Allah swt.
Apa yang diinginkan oleh Allah swt pada aktifitas investasi?.
Beberapa hal yang perlu diketahui:
1. Niat atau motivasi.
Luruskan niat dalam berinvestasi yaitu untuk mendapatkan cinta atau ridha Allah swt. Bagaimana caranya ? samakan antara niat kita dengan apa yang diperintahkan atau diharapkan oleh Allah swt saat berinvestasi.
Tujuan investasi menurut Islam ? Intinya adalah untuk memberikan kemashlahatan atau kemanfaatan (dunia + akhirat) bagi masyarakat luas. Mashlahah yang besar akan tercapai, jika cara yang digunakan adalah benar dan motivasinya benar.
Islam tidak membolehkan kemanfaatan hasil investasi hanya beredar pada diri pribadi atau sekelompok orang. Dalam Surah al Hasyr : 7, Allah swt berfirman : apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
Oleh karena itu, niat diri kita dalam berinvestasi adalah pada investasi yang memiliki dampak positif bagi kemashlahatan masyarakat, bukan hanya diri kita sendiri. Hasil investasi yang kita peroleh dapat pula dinikmati oleh orang lain. Sebagai contoh, kemanfaatan dunia akhirat dari investasi yang kita tanamkan akan berpeluang untuk dapat dinikmati oleh masyarakat, jika investasi kita tanamkan pada real asset/real sector/pasar barang,bukan pada financial asset/pasar uang atau pasar modal.
2. Obyek Investasi
Apakah dengan motivasi saja sudah dianggap sudah sesuai dengan konsep Islam ?. Tidak. Motivasi atau niat bagai pintu pembuka bagi kita memasuki ruang investasi. Lalu bagaimana selanjutnya?
Selanjutnya, adalah pastikan bahwa obyek yang kita investasikan adalah obyek yang diperbolehkan menurut Islam atau halal. Dalam Islam sudah jelas membedakan barang-barang apa yang halal dan haram. Begitu juga dengan investasi jangan ditanamkan pada produk-produk atau sektor industri yang haram maupun syubhat (masih dalam perdebatan hukumnya), seperti babi, bank konvensional, rokok, dsb.
Satu hal lain yang perlu disampaikan. Saat ini, umumnya obyek investasi dibedakan menjadi 2, yaitu investasi pada financial asset dan pada real asset. Investasi pada financial asset dilakukan di pasar uang dan pasar modal. Sedangkan investasi pada real asset, seperti pada pembelian aset produktif, pembukaan perkebunan, dsb.
Secara singkat, perbandingan kemanfaatan investasi (kemashlahatan) pada 2 jenis obyeknya tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi di real asset memberikan kemanfaatan lebih tinggi dibanding financial asset. Selain itu, banyak sekali produk investasi di financial asset yang cenderung mengandung transaksi yang akadnya dilarang oleh Islam, yaitu mengandung unsur MAGHRIB (Maysir, Gharar dan Riba). Nanti akan diperdalam di pembahasan berikutnya.
Jadi, jika motivasi atau niat yang ditanamkan dalam diri kita adalah semata-mata hanyalah mendapatkan keridhaan Allah swt, namun obyek investasi adalah obyek yang haram atau syubhat, maka akan menghapus keridhaan Allah swt. Bukan bermaksud untuk menghakimi, tetapi secara logika, bagaimana Allah akan meridhai investasi kita, jika kita berinvestasi pada obyek yang justru dilarang oleh Allah swt.
Bagaimana orang tua kita akan menerima secara baik, jika uang yang kita berikan kepadanya adalah hasil dari penjualan barang yang haram atau syubhat.
3. Sistem/Metode Investasi
Transaksi dalam aktifitas investasi yang diperbolehkan dalam Islam adalah transaksi-transaksi yang di dalamnya tidak mengandung unsur MAGHRIB dan kezaliman. MAGHRIB terdiri dari Maysir, Gharar dan Riba.
Esensi dari maysir atau perjudian adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktifitas serta bersifat perjudian (gambling)
Esensi gharar (unsur ketidakjelasan) adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak ada kepastian pelaksanaan akad.
Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjang meminjam dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang ribawi.
Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukurannya, kualitasnya, temponya, dan mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak pada posisinya.
Jadi, jika niat investasi kita sudah karena Allah swt, obyek yang diinvestasikan adalah halal, namun sistem yang digunakan dalam investasi tersebut mengandung unsur-unsur MAGHRIB dan zalim, maka investasi kita belum sesuai dengan ketentuan Islam.
Satu hal yang dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam berinvestasi tidak semata-mata faktor keuntungan materi yang jadi bahan pertimbangan, tapi ada faktor lain yang lebih penting, seperti investasi harus memberikan kemashlahatan kepada masyarakat luas, bukan pada sekelompok orang. Kemashlahatan akan tercapai, jika obyeknya halal dan transaksinya dilakukan dengan cara yang benar.
Islam memberikan batasan dalam transaksi bukan untuk membatasi kreatifitas manusia, tetapi justru menyelamatkan manusia dari kedzaliman yang ditimbulkan dari transaksi tersebut. Kebenaran transaksi tidak dapat dilihat hanya dari kelengkapan “administrasi”, tetapi kelengkapan antara motivasi+obyek+cara yang benar.
Mari kita saling berbagi pemikiran dalam hal aktifitas ekonomi dalam perspektif Islam demi tegaknya Islam sebagai way of life dan rahmatan lil ‘alamin, agar kita benar-benar berperan sebagai khalifatullah di dunia ini.
--------------------------------------Sumber: http://defirst.wordpress.com/
Posting Komentar