Background

PARA PEMECAH OMBAK

Tuk Upui Dan Tuk Bubut

Kayong itu kawan, ke kiri dan ke kanan, kau akan temukan orang melayu, jawa, madura, bugis, batak, tionghua, dan tentu saja daya`.  Terkhusus yang terakhir ini kawan, izinkan lah aku memakai kata ini tanpa huruf K dibelakangnya, karena demikianlah sesungguhnya cara kita —kami   orang Kayong—menyebutnya, persis seperti kita menyebut orang sunda`bukan sundaK.
Pernahkah kau bertanya dari belikat mana dirimu berasal? Jika kau orang Kayong, bisa saja kau adalah keturunan Para pelaut Ulung dataran Celebes —Sulawesi —sana , terutama jika kau masih berdarah turun dari Pesisir Utara seperti  Bapak-ku, Bugis.

Atau kau keturunan Ulama cendikia asal kandangan Banjar? Ataukah kau memang Asli orang sini, yang datuk moyangmu, menaklukan Laut China Selatan dari Indochina, mendarat dahulu di Sumatra Utara, lalu bermigrasi ke daratan Gunung Palong hingga Kendawangan ini ?
Atau kau pendatang Arab, Tionghua, Madura, Sunda, Jawa, Batak, dan lain sebagainya. Jangan khawatir kawan, di sini, di Kabupaten  kita nan Indah ini, nan berpantai nan bergunung nan berhutan nan berdanau ini, kau tetaplah dianggap orang kite, asal kau tak bermacam dan beranggap diri tinggi.
Berikutnya ini, kau akan dengarkan Hikayat yang kubaca dari Buku karangan Wa’ Anda’ Mewa –Abang Mamakku, tentang para penduduk asli Kayong.

Bila kau pernah membaca antropologi kawan, Nenek moyang Orang Nusantara ini datang dari Dataran Asia, tepatnya Indochina dan Yunan dalam dua tahap. Pertama disebut Proto Melayu atau Melayu Tua, berikutnya disebut Duetero Melayu atau Melayu Kedua. Nah, Dalam hikayat ini kawan, bolehlah kita identifikasi kedua tahapan itu.

Seribu dua ribu tahun lalu.

Bayangkanlah kawan, Pulau Delta Kayong saat itu belum terbentuk, yang ada hanya teluk besar lautan tempat buih bersarang, bayangkanlah Pasir – pasir Negeri Baru adalah pasir pantai berlaut asin dan ber-ikan gembung bukan Sungai dan ber-ikan baung. Nah, sudah kau bayangkan? Lalu dari peta bayangan mu itu, kau hapus bagian Sungai Awan Kanan dan Kiri hingga tersisa Desa Muara Kayong. Ya, begitulah dahulu sebelum Alam berkreasi sendiri membentuk daratan Sungai Awan dan Pulau ditengah sungai Kayong yang kini menjadi ibu kota Kabupaten.

Dahulu, di tanah berpasir pantai yang lautnya asin itu para pendatang pertama ke Kayong di pimpin oleh Tuk Upui menjejakkan kaki. Mengayuh jauh sampan Jalurnya melepaskan diri dari kuasa Pohon kedondong Raksasa di muara.

Menetaplah  dia di Natai Kemuning, sebuah tanah mungguk agak kedalam sikit dari muara kayong. Berlindung dari angin laut. Bertanam Padi  dan berkembang biaklah mereka, hingga membuat peradaban sederhana, berpusat pada tuk Upui dan keturunannya. Inilah proto melayu, budaya nya sudah ada namun belum mapan, dan masih nomaden walau tetap berpusat di Natai Kemuning.
Kemudian, datang lagi kelompok yang kedua berpuluh atau bahkan beratus tahun kemudian, mendatangi Pulau Sukadana yang masih terpisah dari Daratan Gunung Palong. Namun, mereka belum lagi puas, dari para suku pengembara laut mereka mendengar ada sebuah Pulau bergunung dan berlembah, tanahnya subur, binatang nya berlimpah, sungainya besar mengaliri seluruh lembah, sudah banyak orang bermukim disana, dan bertanam Padi hanya perlu sedikit usaha.

Maka Tuk Bubut, kepala rombongan itu bersama adik – adik perempuannya, Takon dan Doyan meneruskan perjalanan, disusurinya lagi pesisir Pulau mencari jalan menuju Jawa Dwipa, si Pulau Padi.
Kendawangan belum terbentuk dan masih berlaut – laut, namun kira – kira di sekitar itulah Tuk Bubut dan pengikutnya yang bergelang benang hitam merencanakan sebuah tindakan besar, mereka menyusun batu, hendak membuat penyeberangan ke Jawa.

Dan mereka gagal.

Akhirnya, mereka memutuskan kembali ke Sukadana, Tuk Bubut telah mendengar ada pemukiman di Natai Kemuning anakturun dari Tuk Upui. Kesanalah dia menuju, membawa keturunannya.
Takon kemudian dipanggil Nek Takon memilih masuk kedalam goa sebagaimana ditempat asalnya dipegunungan Indochina, dipilihnya Goa di anak gunung Palong sebagai tempat bermukim, hingga kini tak ada lagi yang bisa menemukan pemukiman pertama di Sukadana itu.

Adik yang satu lagi, Doyan dan keluarganya memutuskan mencari lahan untuk bertanam padi, dicarinya naik dan turun pegunungan Palong hingga bertemu sebuah laman berdekat Sungai kecil, itulah Lamannya, Laman Nek Doyan, kalau kau pergi Ke Sandai lewat jalan darat, kau akan melewati kampung itu.

Sementara Tuk Bubut telah pula mendapati anak turun Tuk Upui di Natai Kemuning, maka secara alami Tuk Bubut menggantikan Anak turun  Tuk Upui.


Dari sinilah, dari Daratan Tinggi dihulu Sungai Kayong inilah cerita berpisahnya dua peranakan besar bermula, orang suku laut yang kini mengidentifikasi kan diri menjadi Melayu dan orang suku darat yang mengidentifikasikan diri menjadi suku Daya`. Ceritanya berkelindan antara Kisah Alam dan Dongeng purba. Aku kan menceritakannya.

-----------------------------------
Cerpen: Karya Agus Kurniawan

Categories: Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...